Judul : Duhai Jakarta, Ketika Rangkaian Kata Tak Seindah Fakta
link : Duhai Jakarta, Ketika Rangkaian Kata Tak Seindah Fakta
Duhai Jakarta, Ketika Rangkaian Kata Tak Seindah Fakta
Jakarta kian merana pasca pilkada 2017. Jakarta dipimpin Anies Baswedan yang mengandalkan rangkaian kata demi menghibur warganya. Seolah warga jakarta merasa terhibur oleh retorika tentang pembangunan kota. Namun ketika rangkaian kata membius warganya namun sayangnya tak seindah faktanya.
Fenomena Anies Baswedan mengingatkan kita pada sosok Mario Teguh yang jago merangkai kata membahas kehidupan demi motivasi audiennya. Tapi faktanya ternyata hidup itu tak semudah omongan Mario Teguh. Begitulah kira kira ketika respon warganet dalam mencibir Mario Teguh dalam menyikapi eksistensinya.
Bicara tentang Anies Baswedan pastilah kita merasa narasi argumennya bikin kita masuk dalam cara berfikirnya. Namun ternyata rangkaian kata yang indah cuma bisa membius pikiran setiap warganya. Tapi ketika dihadapkan dengan fakta kondisi Jakarta membuat kita merasa Jakarta semakin ambyar ditangan gubernur Anies Baswedan.
Kalau kita runut lebih detail kepemimpinan Anies Baswedan mengelola Jakarta dalam dua tahun ini, ternyata jakarta semakin mengalami kemunduran membuat warga jakarta kian tak sanggup untuk menjerit lagi. Berbagai caoaian program terkesan amburadul dibawah kendali Anies Baswedan. Bahkan seakan akan gambaran capaian yang telah ditorehkan Jokowi Ahok sebagai gubernur sebelumnya terkesan dibuyarkan akibat pengelolaan manajemen Anies Baswedan yang buruk.
Dalam catatan kepemimpinan Anies Baswedan pada dua tahun ini,sedikitnya ada 5 catatan penting yang membuat jakarta semakin ambyar dikelola Anies Baswedan.
Pertama, Tingkat toleransi keberagaman dijakarta yang terus menurun. Sejak terpilihnya Anies Baswedan dengan menjual sentimen agama dalam merebut kekuasaan. Jakarta seolah menjelma menjadi kekuatan tirani mayoritas dimana warga minoritas semakin ketakutan eksis di jakarta. Anies Baswedan yang menangnya dari jualan ayat dan mayat terkesan lebih memelihara eksistensi kelompok radikal yang telah membantu memenagkannya dengan segala cara.
Ada kesan politik balas budi dalam setiap kebijakan Anies Baswedan yang membuat kelompok diluarnya terkesan dipinggirkan eksistensinya. Bahkan dalam momen momen tertentu ada kesan menonjolkan kelompok tertentu dibawah naungan Anies baswedan.
Kedua, Manajemen birokrasi yang elitis. Pada tahapan tertentu dulu balaikota jakarta menjadi sentra sumber aspirasi rakyat. Namun kini balaikota ibarat diujung menara gading yang tak tersentuh rakyatnya. Satu sisi kebijakan Anies Baswedan bagus dalam pendelegasian wewenang pada lurah dan camat untuk penyerapan aspirasi.
Namun sisi lain rakyatnya terkesan dicampakkan oleh birokrasi yang tidak terkelola dengan baik. Lurah dan Camat terkesan gagap dan bingung dalam menyerap aspirasi serta sentuhan sentuhan birokratis yang elitis membuat rakyat jengah harus mengadu kemana.
Ketiga, pengelolaan anggaran daerah yang tidak transparan dibawah kendali mafia anggaran. Mencuatnya anggaran tidak jelas seperti lem aibon, bolpoin dan lainnya yang anggarannya sangat bombastis tanpa kejelasan sistem pengelolaannya, membuat rakyat semakin menjerit. Ketika pengelolaan anggaran uang rakyat kian amburadul membuat rakyat semakin galau saat prioritas anggaran terkesan acak acakan tak tentu arah.
Keempat, Fungsi dan manfaat TGUPP yang habiskan milyaran tapi tak berdampak bagi jakarta. Ada kesan TGUPP hanyalah bagi bagi jatah pada mantan tim suksesnya pasca menang pilkada. Namun kerjanya masih diragukan dalam melakukan perubahan jakarta . TGUPP yang tiap tahunnya habiskan milyaran untuk gaji mereka, namun melihat jakarta yang semakin mengalami kemunduran membuat keyakinan publik kalau TGUPP tidak ada manfaatnya.
Kelima, persoalan banjir dan macet kian rumit terkesan terjadi pembiaran oleh gubernur Anies Baswedan. Andaikan program Jokowi soal MRT atau LRT belum jadi pasti jakarta semakin semrawut macetnya. Dan andaikan lingkar semanggi serta underpass era ahok tidak jadi maka jakarta kian tak terurai. Bahkan jakarta kini kian macet dengan adanya pembangunan trotoar yang tidak jelas tujuannya.
Rakyat lebih menjerit lagi ketika rangkaian kata untuk janji mengatasi banjir yang selalu diumbarnya tapi tidak kunjung dilaksanakan hingga dua tahun ini. Fakta yang lebih mengagetkan pada awal tahun kemarin rakyat serasa disadarkan bahwa pembiusan lewat rangkaian kata membuat jakarta tenggelam kemarin. Perdebatan normalisasi atau naturalisasi tapi tak kunjung dilakukan membuat rakyat jakarta kena dampak kerugian yang cukup parah.
Dari 5 catatan penting tersebut membuat kita merasa Anies Baswedan hanyalah tukang obat yang hanya jago menyihir lewat rangkaian kata tapi sayangnya obatnya tidak manjur bagi perubahan jakarta.
Fenomena banjir membuat rakyat jakarta semakin menyesal telah salah memilih pemimpin. Rakyat jakarta menyesal memiluh pemimpin sembarangan tapi membuat jakarta semakin ambyar. Jakarta semakin auto pilot yang maknanya bahwa ada atau tidak adanya gubernur menjadi tidak penting lagi karena Anies Baswedan dinilai salah dalam mengelola jakarta.
Bahkan rakyat jakarta menganggap gubernur terbodoh versi warganet yang tidak faham tentang jakarta. Karena terpilihnya Anies Baswedan bukan gara gara programnya menarik tapi gara gara jualan sentimen agama yang membuat rakyat jakarta merasa menyesal atas pilihannya.
Demikianlah Artikel Duhai Jakarta, Ketika Rangkaian Kata Tak Seindah Fakta
Sekianlah artikel Duhai Jakarta, Ketika Rangkaian Kata Tak Seindah Fakta kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Duhai Jakarta, Ketika Rangkaian Kata Tak Seindah Fakta dengan alamat link https://re-plye2021-1.blogspot.com/2020/01/duhai-jakarta-ketika-rangkaian-kata-tak.html
Posting Komentar
Posting Komentar